Karakter Sinopsis Film Gaya Hidup
lamongan Bojonegoro Tuban Gersik Ngawi
tes sd-sma MTK,B.INDO,B.ing tes sd-sma-smk B.ing tes psikometrika tes ipa
pakde nono Resto Romantis di Jkt Hokben Delivery Bakmi GM Delivery PHD - Pizza Hut
Lirik Lagu Sinopsis Film Gaya Hidup
Liputan 6 berita jakarta Gaya Hidup

Jumat, 12 Juli 2013


SINOPSIS ROMAN BUMI MANUSIA
Roman tetralogi Pulau Buru Bumi Manusia mengambil latar belakangdari cikal bakal nation Indonesia di awal abad ke-20. Dengan membacanya waktu kita dibalikkan sedemikian rupa dan hidup di era membibitnya pergerakan nasional mula-mula, juga bertautan rasa, kegamangan jiwa, percintaan, dan pertautan kekuatan anonym para srikandi yang mengawal penyemaian bangunan nasional yang kemudian kelak melahirkan Indonesia modern.
Dari kata-kata Pram dalam pembukaan sub judul di atas, tampak jelas Pram merupakan orang yang paham akan wacana poskolonial. Dia menyadari bahwa era sekarang memiliki hubungan yang sangat erat dengan masa lalu. Serta Pram juga menyadari betapa hibridnya manusia-manusia sekarang, dikarenakan merupakan hasil dari proses hibriditas masa-masa yang telah lalu. Sehingga diragukan bila saat ini masih ada orang yang mampu menjamin dirinya asli seratus persen Indonesia. Demikian pula dalam Tetralogi Pulau Buru, terlihat sangat kental wacana-wacana postkolonial misalnya subaltern dan hibriditas. Hal itu terlihat dari penokohan masing-masing tokohnya. Dengan demikian, meski dalam roman ini berlatar belakang waktu jaman kolonial, namun sangat kaya dengan wacana-wacana postkolonial
Seperti yang telah kita tahu, Indonesia mempunyai masa lalu yang kelam. Selama kurang lebih 3,5 abad, negara kita berada di bawah cengkraman Belanda. Ditambah lagi 3,5 tahun kebengisan jepang pada rentang 1942-1945. Sebagai negara bekas koloni, tentu saja telah terjadi banyak penyimpangan dan ketimpangan antara pihak penjajah dan terjajah. Ketimpangan inilah menjadi objek subur kajian postkolonialisme.
Roman bagian pertama; sebagai periode penyemaian dan kegelisahan dimana sosok aktor yang gambarkan Pram mampu berusaha dan keluar dari kepompong kajawaannya menuju manusia yang bebas dan merdeka, di sudut lain membelah jiwa ke-Eropa-an yang menjadi simbol dan kiblat dari ketinggian pengetahuan dan peradaban. Tidak hanya itu banyak perenungan yang dapat dijadikan pondasi pengetahuan tentang peradaban eropa yang dengan hebatnya mengkonsrtuksi sosial-budaya pribumi. Hal ini tentu berkelindan dengan etos rekonsrtruksi yang digambarkan Pram pada roman ini.
Pram menggambarkan Pembayangan terhadap hal yang ideal menjadi wacana yang menarik. Bukan saja hendak meneguhkan mitos, tetapi sekaligus berimplikasi akan adanya sebuah kualitas Eropa setingkat di atas Pribumi. Pembayangan ini menjadi wajar dalam kerangka ini, mengingat minoritas Eropa di Jawa tehadap mayoritas pribumi. Tetapi malah mampu mengatur kehidupan pribumi dengan segala tata aturan menurut sistem yang berlaku. Ini tentu menjadi tanda tanya besar, kenapa bisa terjadi? Namun kita juga perlu tahu tentang bagaimana sejak zaman renaissance, bangsa barat menjadikan ilmu pengetahuan sebagai titik tolak untuk ”berkuasa”.
Pendidikan kolinial telah membentuk wacana baru dalam benak aktor yang ada pada roman Bumi Manusia. Kekaguman terhadap Eropa merupakan salah satu ciri hibriditas. Di sisi lain, pandangannya megandung ambivalensi. Secara tak sadar ia menerima kehebatan Eropa, dan dengan demikian semakin memitoskan jika Eropa (baca: Barat) lebih unggul dari bangsanya (timur). Hal ini memicu konstruksi yang dominan. Tidak hanya mengenai pola pikirnya tatpi juga terhadap streotipe nasionalisme.
Annelies adalah perempuan muda Indo cantik, mamanya seorang pribumi dan Ayahnya dari Eropa (Belanda). Ia tidak pernah mengenyam pendidikan formal. Karena tumbuh dalam didikan dan linngkungan budaya Eropa, maka ia pun memiliki pandangan kebarat-baratan dan cenderung merendahkan bangsanya sendiri. Akan tetapi di balik pandangannya ada sisi nasionalisme yang ditunjukan Annelies, dan itu berkat didikan mamanya yang jauh dari itu sudah lebih dulu mengetahui budaya Eropa.
Annelies sosok pekerja keras, terbukti bagaimana ia memimpin perusahaan milik keluarganya dengan baik. Namun di balik semua itu kehidupannay penuh dengan pertarungan identitas. Dimana dalam satu sisi Annelies harus memosisikan diri sebagai Eropa dengan kebudayaan yang ia kenal penuh dengan kemajuan. Di sisi lain Annelies harus menunjukan kalau dirinya seorang Pribumi.
Perrungan identitas itu berimpkasi pada sikap ambivalensi Annelies. Bagaimana ia harus membenci Eropa karena sudah menjajah bangsa ini juga ia dengan sangat sadar membanggakan budaya Eroya, karena sudah mengantarkannya pada derajat yang layak.
Di akhir cerita, Annelies harus berpisah dari keluarga, meninggalkan tanah kelahiran dan harus kembali ke Eropa. Kondisi itu benar-benar membuat Annelies tidak berdaya. Akan tetapi kecintaannya terhadap tanah pribumi tetap terpatri dalam diri Annelies.
“Mas, aku lebih suka pada ombak, pada busa dan pada gelombang daripada kapal dan Nederlamd …” (530)
 
Copyright Majid T Dhuro © 2010 - All right reserved - Using Abdul Majid Tamum
Best viewed with Mozilla, IE, Google Chrome and Opera.