BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kemampuan berbahasa dalam mencakup empat aspek penting, yaitu (1) keterampilan mendengar, (2) keterampilan berbicara, (3) keterampilan membaca, dan (4) keterampilan menulis. Kemampuan berbahasa ini berhubungan erat dalam usaha seseorang memperoleh kemampuan berbahasa yang baik. Berbagai usaha dilakukan untuk membina dan mengembangkan bahasa agar benar-benar memenuhi fungsinya.
Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan berbahasa Indonesia yang baik dan benar adalah melalui program pendidikan di sekolah, khususnya mata pelajaran Bahasa Indonesia. Menurut Depdiknas (2003:6-7), mata pelajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan (1) berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulisan; (2) menghargai dan bangga menggunakan bahasa indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara; (3) memahami bahasa indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan; (4) menggunakan bahasa indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial;
(5) menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa; dan (6) menghargai dan membanggakan sastra indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia indonesia (Sic).
Penggunaan aspek kebahasaan dalam proses pembelajaran sering berhubungan satu sama lainnya. Menyimak dan membaca erat hubungan dalam hal bahwa keduanya merupakan alat untuk menerima komunikasi. Berbicara dan menulis erat hubungan dalam hal bahwa keduanya merupakan cara untuk mengekspresikan makna (Tarigan, 1986:10). Menulis merupakan kegiatan mengekspresikan informasi yang diterima dari proses menyimak dan membaca. Jadi, semakin banyak seseorang menyimak atau membaca semakin banyak pula informasi yang diterimanya untuk diekspresikan secara tertulis. Kemudian, Crimmon (dalam Kurniawan 2006:122) mengatakan bahwa menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Dalam kegiatan menulis ini seorang penulis harus terampil memanfaatkan grafologi, struktur bahasa, dan kosakata. Keterampilan menulis digunakan untuk mencatat, merekam, meyakinkan, melaporkan, menginformasikan, dan mempengaruhi pembaca. Maksud dan tujuan seperti itu hanya dapat dicapai dengan baik oleh para pembelajar yang dapat menyusun dan merangkai jalan pikiran dan mengemukakannya secara tertulis dengan jelas, lancar, dan komunikatif. Kejelasan ini bergantung pada pikiran, organisasi, pemakaian dan pemilihan kata, dan struktur kalimat.
1.2 Identifikasi Masalah
1) Rendahnya tingkat penguasaan kosa kata sebagai akibat rendahnya minat baca;
2) kurangnya penguasaan keterampilan mikrobahasa, seperti penggunaan tanda baca, kaidah-kaidah penulisan, diksi, penyusunan kalimat dengan struktur yang benar, sampai penyusunan paragraf;
3) kesulitan menemukan metode pembelajaran menulis yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan siswa; serta
4) ketiadaan atau keterbatasan media pembelajaran menulis yang efektif.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah bentuk kesalahan berbahasa dalam (artikel) karangan eksposisi salah satu mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surabaya yang ditulis di papan informasi?
1.3 Tujuan Analisis
Untuk mengetahui bentuk-bentuk kesalahan berbahasa dalam (artikel) karangan eksposisi salah satu mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surabaya yang ditulis di papan informasi.
1.4 Kegunaan Analisis
Manfaat penelitian ini adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan, khususnya mata pelajaran Bahasa Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari upaya pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia yang mewajibkan penuturnya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, baik dalam bentuk lisan maupun dalam bentuk tulisan. Penelitian ini juga menjadi pengetahuan, khususnya bagi peneliti, siswa, guru, dan masyarakat umum.
BAB II..
LANDASAN TEORETIS
2.1 Pengertian Karangan
Karangan merupakan hasil akhir dari pekerjaan merangkai kata, kalimat, dan alinea untuk menjabarkan atau mengulas topik dan tema tertentu (Finoza, 2004:192). Menulis atau mengarang pada hakikatnya adalah menuangkan gagasan, pendapat gagasan, perasaan keinginan, dan kemauan, serta informasi ke dalam tulisan dan ”mengirimkannya” kepada orang lain (Syafie’ie, 1988:78). Selanjutnya, menurut Tarigan (1986:21), menulis atau mengarang adalah proses menggambarkan suatu bahasa sehingga pesan yang disampaikan penulis dapat dipahami pembaca.
Semua pendapat tersebut sama-sama mengacu pada menulis sebagai proses melambangkan bunyi-bunyi ujaran berdasarkan aturan-aturan tertentu. Artinya, segala ide, pikiran, dan gagasan yang ada pada penulis disampaikan dengan cara menggunakan lambang-lambang bahasa yang terpola. Melalui lambang-lambang tersebutlah pembaca dapat memahami apa yang dikomunikasikan penulis.
Sebagai bagian dari kegiatan berbahasa, menulis berkaitan erat dengan aktivitas berpikir. Keduanya saling melengkapi. Menurut Syafie’ie (1988:42), secara psikologis menulis memerlukan kerja otak, kesabaran pikiran, kehalusan perasan, kemauan yang keras. Menulis dan berpikir merupakan dua kegiatan yang dilakukan secara bersama dan berulang-ulang. Dengan kata lain, tulisan adalah wadah yang sekaligus merupakan hasil pemikiran. Melalui kegiatan menulis, penulis dapat mengkomunikasikan pikirannya. Melalui kegiatan berpikir, penulis dapat meningkatkan kemampuannya dalam menulis.
Mengemukakan gagasan secara tertulis tidaklah mudah. Di samping dituntut kemampuan berpikir yang memadai, juga dituntut berbagai aspek terkait lainnya, misalnya penguasaan materi tulisan, pengetahuan bahasa tulis, dan motivasi yang kuat. Untuk menghasilkan tulisan yang baik, setiap penulis hendaknya memiliki tiga keterampilan dasar dalam menulis, yaitu keterampilan berbahasa, keterampilan penyajian, dan keterampilan pewajahan. Ketiga keterampilan ini harus saling menunjang atau isi-mengisi. Kegagalan dalam salah satu komponen dapat mengakibatkan gangguan dalam menuangkan ide secara tertulis (Semi, 2003:4)
Jadi, sekurang-kurangnya, ada tiga komponen yang tergabung dalam kegiatan menulis, yaitu (1) penguasaan bahasa tulis yang akan berfungsi sebagai media tulisan, meliputi: kosakata, diksi, struktur kalimat, paragraf, ejaan, dan sebagainya; (2) penguasaan isi karangan sesuai dengan topik yang akan ditulis; dan (3) penguasaan tentang jenis-jenis tulisan, yaitu bagaimana merangkai isi tulisan dengan menggunakan bahasa tulis sehingga membentuk sebuah komposisi yang diinginkan, seperti esai, artikel, cerita pendek, makalah, dan sebagainya.
Bahasa merupakan sarana komunikasi. Penulis harus menguasai bahasa yang digunakan untuk menulis. Jika dia menulis dalam bahasa Indonesia, dia harus menguasai bahasa Indonesia dan mampu menggunakannya dengan baik dan benar. Menguasai bahasa Indonesia berarti mengetahui dan dapat menggunakan kaidah-kaidah tata bahasa Indonesia, serta mengetahui dan dapat menggunakan kosa kata bahasa Indonesia. Ia juga harus mampu menggunakan ejaan bahasa Indonesia yang berlaku, yaitu ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan (Syafie’ie, 1988:46).
Mengacu pada pendapat di atas, menulis bukan hanya sekedar menuliskan apa yang diucapkan (membahasatuliskan dari bahasa lisan), tetapi merupakan suatu kegiatan yang terorganisasi sedemikian rupa, sehingga terjadi suatu kegiatan komunikasi tidak langsung antara penulis dan pembaca. Seseorang dapat dikatakan telah terampil menulis, jika tujuan penulisannya sama dengan yang dipahami oleh pembaca.
2.2 Tujuan Mengarang
Tujuan utama menulis atau mengarang adalah sebagai sarana komunikasi tidak langsung. Tujuan menulis banyak sekali ragamnya. Tujuan menulis secara umum adalah memberikan arahan, menjelaskan sesuatu, menceritakan kejadian, meringkaskan, dan menyakinkan (Semi, 2003:14-154). Menurut Syafie’ie (1988:51-52), tujuan penulisan dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
1) mengubah keyakinan pembaca;
2) menanamkan pemahaman sesuatu terhadap pembaca;
3) merangsang proses berpikir pembaca;
4) menyenangkan atau menghibur pembaca;
5) memberitahu pembaca; dan
6) memotivasi pembaca.
Selain itu, Hugo Harting (dalam Tarigan, 1994:24-25) mengkalasifikasikan tujuan penulisan, antara lain tujuan penugasan (assingnment purpose), tujuan altruistik (altruistic purpose), tujuan persuasi (persuasive purpose), tujuan penerangan (informational purpose), tujuan penyataan (self-expressive purpose), tujuan kreatif (creative purpose), dan tujuan pemecahan masalah (problem-solving purpose).
Tujuan-tujuan penulisan tersebut kadang-kadang berdiri sendiri secara terpisah, tetapi sering pula tujuan ini tidak berdiri sendiri melainkan merupakan gabungan dari dua atau lebih tujuan yang menyatu dalam suatu tulisan. Oleh karena itu, tugas seorang penulis tidak hanya memilih topik pembicaraan yang sesuai atau serasi, tetapi juga harus menentukan tujuan yang jelas. Penentuan tujuan menulis sangat erat hubungannya dengan bentuk atau jenis-jenis tulisan atau karangan.
2.3 Jenis- Jenis Karangan
Mengarang merupakan kegiatan mengemukakan gagasan secara tertulis. Menurut Syafie’ie (1988:41), tulisan pada hakikatnya adalah representasi bunyi-bunyi bahasa dalam bentuk visual menurut sistem ortografi tertentu. Banyak aspek bahasa lisan seperti nada, tekanan irama serta beberapa aspek lainya tidak dapat direpresentasikan dalam tulisan. Begitu juga halnya dengan aspek fisik, seperti gerak tangan, tubuh, kepala, wajah, yang mengiringi bahasa lisan tidak dapat diwujudkan dalam bahasa tulis. Oleh karena itu, dalam mengemukakan gagasan secara tertulis, penulis perlu menggunakan bentuk tertentu. Betuk-bentuk tersebut, seperti dikemukakan oleh Semi (2003:29) bahwa secara umum karangan dapat dikembangkan dalam empat bentuk yaitu narasi, ekposisisi, deskripsi, dan argumentasi. Namun penganalisis kali ini lebih menekankan pada bahasan karangan eksposisi.
2.3.1 Karangan Eksposisi
Kata ekposisi dipungut dari kata bahasa Inggris exposition sebenarnya berasal dari kata bahasa latin yang berarti membuka atau memulai (Finoza, 2004:204). Menurut Widyamartaya (1992:9-10), ekposisi bertujuan menyampaikan gagasan yang berupa fakta atau hasil-hasil pemikiran dengan maksud untuk memberitahu atau menerangkan sesuatu seperti masalah, mafaat, jenis, proses, rencana, atau langkah-langkah. Jadi, ekposisi adalah tulisan yang bertujuan menjelaskan atau memberikan informasi tentang sesuatu. Menurut Semi (2003:35), bila suatu tulisan yang berupa ekposisi berkecenderungan untuk lebih menekankan pembuktian dari suatu proses penalaran, mempengaruhi pembaca dengan data yang lengkap, berkeinginan mengubah pandangan pembaca agar menerima pendapat penulis, tulisan ekposisi itu secara lebih khusus disebut argumentasi. Bila tulisan ekposisis berkecenderungan untuk menonjolkan perincian atau detail sehingga seolah-olah lengkap bagaikan foto keadaan yang dijelaskan itu sehingga mampu menggugah perasaan pembaca sehingga pembaca bagaikan diajak menyaksikan sendiri peristiwa itu, dan tulisan itu lebih banyak menggunakan susunan ruang, tulisan ekposisi tersebut secara lebih khusus dinamakan deskipsi. Dengan demikian, secara garis besar hanya ada dua jenis tulisan, yaitu narasi ada ekposisi, ekposisis dapat pula membentuk diri menjadi argumentasi atau deskripsi.
Sehubungan dengan hal di atas, pada dasarnya ciri-ciri narasi sama dengan ciri-ciri yang dimiliki oleh deskripsi dan argumentasi. Adapun ciri-ciri karangan ekposisi menurut Semi (2003:37), yaitu (1) berupa tulisan yang memberikan pegertian dan pengetahuan; (2) menjawab pertanyaan tentang apa, mengapa, kapan, dan bagaimana; (3) disampaikan dengan lugas dengan bahasa baku; dan (4) menggunakan dengan nada netral, tidak memihak, dan memaksakan sikap penulis terhadap pembaca.
Adapun ciri-ciri karangan ekposisi menurut Keraf (1982:4-5), yaitu (a) ekposisi hanya berusaha menjelaskan atau menerangkan suatu pokok persoalan, (b) keputusan suatu ekposisi diserahkan kepada pembaca, (c) gaya cerita ekposisi lebih cenderung berisi informatif, dan (d) fakta yang dipakai dalam suatu ekposisi hanya sebagai alat kontrasasi, yaitu rumusan kaidah yang dibuat itu lebih konkret.
Bedasarkan ciri tersebut karangan ekposisi hanya berusaha menyampaikan sesuatu pemberitahuan, pengetahuan tanpa mempegaruhi minat dan sikap pembaca, Pembaca diberi kesempatan untuk menerima, memutuskan atau menolak tentang sesuatu yang diuraikan penulis. Gaya penyampaiannya cenderung bersifat informatif, artinya penulis juga memberikan penjelasan untuk gagasan, sehingga pembaca dapat mengetahui lebih dalam tentang sesuatu yang dimaksudkan dari gagasan tersebut.
Pemberian informasi penjelasan melalui karangan ekposisi hanya bersifat menguraikan dan memberi pengenalan lanjutan bagi pembaca dan bukan merupakan suatu pembuktian. Penggunaan bahasa dalam karangan ini tidak dipengaruhi oleh unsur subjektifitas dan emosional. Penulis hanya menjelaskan apa adanya dan tidak membubui dengan kata-kata yang menarik minat dan emosi pembaca. Penggunaan kosakata cenderung bermakna denotatif.
Karangan ekposisi berisi uraian atau penjelasan tentang suatu topik. Tujuan utama karangan ini adalah memberi informasi atau pengetahuan tambahan bagi pembaca. Untuk mencapai tujuan yang diharapkan, pola pengembangan karangan ekposisi biasanya dikembangkan dengan susunan logis dengan pola pengembangan gagasan seperti definitif, klasifikasi, ilustrasi, perbandingan dan pertentangan, dan analisis fungsional (Semi, 2003:37). Karangan ini berisi gambaran mengenai suatu hal atau keadaan sehingga pembaca seolah-olah melihat, mendengar, atau merasakan hal tersebut.
Jenis karangan ekposisi dapat berupa kisah perjalanan, pemaparan suatu peristiwa atau kejadian, bentuk struktur dan tugas organisasi atau laporan kegiatan. Untuk memperjelas uraian, karangan ini dapat dilengkapi dengan grafik atau gambar.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Contoh Tulisan yang dijadikan obejek analisis
Lembah-lembah IMM
Oleh: Ahmad Hariri
Ketua Umum IMM Komisariat Hukum
Universitas Muhammadiyah Surabaya
IMM yang berupakan gerakan eksponen dari muhammadiyah sudah sejatinya memberikan sumbangsih terhadap perkembangan serta kondisi yang terjadi di lingkungan kampus bahkan , tidak dapat menutup kemungkinan, keluar dapat (delimit) yang termanivestasi dalam ghirah islamiah, Yaitu gerakan muhammadiyah.
Pada perkembangannya torehan dedikasi terhadap agama dan Negara tidak perlu di sangsikan lagi, mulai dari awal berdirinya hingga tulisan ini di publikasikan gerakan ini masih eksis di kancah local maupun nasional (meski gaungnya kurang kentara), bahkan merambah pada limitas manca Negara (tapi masih diragukan).
Kalau kita kembali mengingat background berdirinya IMM sangatlah cukup membanggakan kita sebagai kader muhammadiyah khususnya mahasiswa yang berideologi gerakan muhammadiyah, pasalnya, pada saat itu mahasiswa muhammadiyah tidak memiliki wadah tersendiri yang berorientasi pada gerakan. Sehingga kader-kader muhammadiyah tadi bergabung dengan HMI. Bisa dikatakan orientasi gerakan tersebut kurang kompatable dengan kemuhammadiyahan, dengan adanya kesadaran inilah para founding father IMM mulai memikirkan suatu gerakan khsus kader muhammadiyah agar mahasiswa muhammadiyah terakomodasi dengan maksimal, serta klop dengan ideology gerakan muhammadiyah.
3.2 Deskripsi Singkat Kesalahan Berbahasa
Pada alenia pertama kata muhammadiyah seharusnya kapitalisasi, karena menurut EYD (Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan) huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nagara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi. Kata Muhammadiyah yang dimaksud penulis adalah nama lembaga atau organisasi Islam yang ada di Indonesia. Masih pada alenia pertama, kata ghirah seharusnya ditulis dengan huruf miring, kerena menurut EYD pemakaian huruf miring digunakan pada ungkapan ilmiah atau ungkapan asing. Kata ghiran yang dmaksud penulis, adalah kata dari bahasa arab yang artnya semangat.
Pada alenia kedua, penulisan di sangsikan dan di publikasikan, seharusnya tidak demikian melainkan penulisannya harus digabung atau dirangkai, karena kata di yang dimaksud penulis bukanah kata depan tetapi kata turunan atau imbuhan, jadi penulisanya harus serangkai dengan yang mengikutinya. Begitupun dengan kata manca Negara seharusnya juga dirangkai.
Pada alenia ketiga, banyak terdapat pengulangan subjek jadi kalimatnya menjadi kurang efektif. Padahal satu dari beberapa syarat kalimat efektif adalah meninggalkan pengulangan subjek. Dalam hal ini penulis sering mengulang kata muhammadiya. Kata background dan founding father seharusnya ditulis dengan huruf miring.
Selain kesalahan di atas ada beberapa kesalahan yang sangat substantive sehubungan dengan pembahasan dari bab sebelumnya. Yaitu cara penyusunan kaliamat dangan pola ekspossisi. Penulis bermaksud memaparkan dengan eksposisi akan tetapi karangan tersebut lebih mendekati karangan argumentasi karena lebih menekankan subjektifitas penulis.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibicarakan pada bab III di atas, dapat disimpulkan bahwa mengarang eksposisi mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surabaya kurang begitu baik. Hal ini dilihat melalui hasil analisis yang meliputi aspek substansi dan aspek kebahasaan. Pada aspek substasi, kesalahan yang dominan adalah aspek menyusun kronologis. Adapun aspek kemampuan menggunakan bahasa, mahasiswa yang bersangkutan belum mampu menggunakan ejaan secara benar, menggunakan diksi secara tepat, menata kalimat dengan efektif, dan menyusun paragraf dengan baik.
4.2 Saran
Kemampuan mengarang eksposisi Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surabaya belum maksimal. Oleh karena itu, mahasiswa perlu mendapatkan pembelajaran yang intensif dalam pembelajaran menulis. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan pembelajaran menulis. Peningkatan pembelajaran menulis dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti
1) meningkatkan tingkat penguasaan kosa kata dengan banyak baca;
2) menguasai keterampilan mikrobahasa, seperti penggunaan tanda baca, kaidah-kaidah penulisan, diksi, penataan kalimat dengan struktur yang benar, dan penggunaan paragraf yang baik;
3) menemukan metode pembelajaran menulis yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan mahasiswa; serta
4) menggunakan media pembelajaran menulis yang efektif.